Navigation Pages

bintang

Senin, 25 November 2013

Makalah Budaya



BAB I
PENDAHULUAN

Jawa merupakan salah satu pulau di Indonesia yang paling padat penduduknya. Pulau Jawa terbagi menjadi beberapa provinsi yaitu provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain padat penduduknya, Jawa juga kaya akan khasanah budaya, karena dari masing-masing provinsi tersebut memiliki budaya, tradisi, dan latar belakang yang berbeda-beda.
Kelangsungan budaya di pulau Jawa semakin terancam keberadannya, terlebih lagi dengan adanya modernisasi, globalisasi, dan kemajuan teknologi yang mengakibatkan semakin mudah masuknya budaya asing yang sangat berpeluang merusak budaya tersebut.
Kini semakin terlihat dengan jelas bahwa tidak dapat dipungkiri budaya kita semakin tersingkir. Pemuda lebih condong kepada budaya Barat dan semakin jarang  masyarakat yang peduli dengan budaya leluhur mereka.

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya yaitu pikiran; akal budi: hasil; adat istiadat: menyelidiki bahasa; sesuatu mengenai kebudayaan yg sudah berkembang (beradab, maju); sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
B.   Ruang Lingkup Budaya
1.      Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
2.      Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks. Yang termasuk didalam  kesenian antara lain tarian, alat musik, lagu daerah, wayang dan kerajinan tradisional serta seni peran.
3.      Adat istiadat
Adat istiadat adalah segala aturan, ketentuan, tindakan dan sebagainya yang menjadi kebiasaan secara turun temurun. Pakaian, arsitektur bangunan, upacara tradisional, sistem kepercayaan merupakan contoh adat istiadat.
Adat Istiadat disebut aneka kelaziman dalam suatu negeri yang mengikuti pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya menyangkut pengejawatahan unjuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara keramaian anak negeri, seperti pertunjukan tari-tarian dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung.
Adat istiadat semacam ini sangat tergantung pada  situasi sosial ekonomi masyarakat. Bila sedang panen baik biasanya megah meriah, begitu pula bila keadaan sebaliknya. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. 

KESIMPULAN

Jadi Budaya adalah hasil cipta, karsa dan rasa manusia yang berkembang dan turun-temurun dari generasi ke generasi dan menjadi kebiasaan dalam masyarakat. Dan budaya memiliki ruang lingkup adat istiadat, kesenian, dan bahasa sebagai wujud dari cipta, karsa, dan rasa manusia.

DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH FILSAFAT

 PEMIKIRAN FILSAFAT RENE DESCARTES

BAB 1
PENDAHULUAN

A.   Riwayat Hidup Rene Descartes
Pada periode modern, seorang pemikir, dengan penuh persiapan dapat melepaskan diri dari kekangan orang-orang kristen atas nama agama Kristen. Akal dikekang secara keterlaluan oleh mereka. Orang tersebut digelari sebagai Bapak Filsafat Modern. Dapat diduga, pada masanya ia juga membaca buah pikiran orang-orang Islam. Orang itu adalah Rene Descartes.
Rene Descartes lahir di La-Haye Perancis pada tahun 1596. Ayahnya anggota parlemen Inggris. Ia termasuk orang yang taat mengerjakan ibadah menurut ajaran Katholik, tetapi ia juga menganut Galileo yang pada waktu itu ditentang oleh tokoh-tokoh Gereja. Dari tahun 1629 sampai dengan tahun 1649, ia menetap di Belanda.
Rene Descartes memperoleh pendidikan pertama di Yesuit La Fleche dari tahun 1604 sampai tahun 1612. Ia memperoleh pengetahuan dasar tentang karya ilmiah Latin dan Yunani, bahasa Perancis, musik dan akting. Bahkan, ia juga mendapat pengetahuan tentang logika Aristoteles dan etika Nichomaus, fisika, matematika, astronomi serta ajaran metafisika dari filsafat Thomas Aquinas. Dalam masa pendidikannya, Rene Descartes telah merasakan kebingungan dalam memahami berbagai aliran dalam filsafat yang saling berlawanan.
Pada tahun 1612, Rene Descartes pergi ke Paris dan disana ia mendapatkan kehidupan sosial yang menjemukan sehingga ia mengasingkan diri ke Faobourg Sain, German untuk mempelajari ilmu ukur. Pada tahun 1617, Descartes masuk ke dalam tentara Belanda. Selama dua tahun, ia mendapat suasana yang damai dan tenteram di negeri kincir angin ini, sehingga ia dapat mengerjakan renungan filsafatnya. Tahun 1619, Descartes bergabung dengan tentara Bavaria.
Tahun 1621, Rene Descartes berhenti dari tentara lalu ia menetap di Paris pada tahun 1625. Tiga tahun kemudian, Descartes kembali masuk tentara, tetapi tidak lama kemudian keluar lagi dan akhirnya ia memutuskan untuk hidup menetap di negeri Belanda. Ia menetap selama 20 tahun dari tahun 1629 sampai dengan tahun 1649. Ia hidup dalam iklim kebebasan berpikir. Disini, ia dengan bebas menyusun karya-karyanya di bidang ilmu dan filsafat.
Descartes menghabiskan masa hidupnya di Swedia ketika ia memenuhi undangan Ratu Chritine yang menginginkan pelajaran-pelajaran darinya. Pelajaran-pelajaran yang harus diajarkan setiap jam lima pagi menyebabkan Descartes jatuh sakit dan meninggal pada tahun 1650, sebelum ia sempat menikah.
Descartes juga dikenal sebagai seorang polymath yaitu seorang yang mempunyai perhatian luas dalam bidang ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu pasti. Sumbangan yang besar dalam dunia ilmu yaitu menemukan ilmu ukur koordinat (coordinatgeometri).
B.     Karya-Karya Descartes
Karya-karya Descartes salah satunya yaitu Discours de la Methode yang berarti Uraian tentang Metode, isinya melukiskan perkembangan intelektual. Dalam karyanya ini, ia menyatakan ketidak puasannya atas filsafat dan ilmu pengetahuan yang menjadi bahan penyelidikannya. Karya-karya lainnya : Dioptrique, La Gfometrie, Les Meteores Meditationes de Prima Philosophia, Principia Plulasopha, Le Monde, L’Homme Regular ad Dirsctione De ia Formation dufoetos, Rules for the Direction of the Under Standing, Discouvse on Method.

BAB II
PEMIKIRAN FILSUF RENE DESCARTES

A.    Mencari Kebenran
Sesuatu yang dipandang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah (clearly and distinctly). Kebenaran memang ada dan kebenaran dapat dikenal. Yang harus dipandang sebagai yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah. Apa yang jelas dan terpilah-pilah itu tidak mungkin di dapatkan dari apa yang berada di luar kita. Coba kita memperhatikan lilin dan sarang madu. Jika kita mengamati sebuah sarang madu ada beberapa hal yang tampak pada indra kita. Akan tetapi jika sarang madu kita letakkan di atas suatu wadah yang berada di atas api, sifat-sifatnya berubah, sekalipun lilinnya tetap ada. Sifat-sifat itu sekarang cair, lunak, lemah. Jadi yang tampak, yang dapat kita amati bukanlah lilin itu sendiri. Adanya lilin kita ketahui dengan rasio atau akal kita. Maka benda yang disebut lilin itu pada dirinya tidak dapat diamati. Sebab benda itu dengan cara yang sama tercakup dalam segala penampakannya. Pengetahuan kita tentang lilin tadi bukan karena wahyu, bukan karena pengamatan atau khayalan, melainkan karena pemeriksaan rasio. Apa yang kita duga kita lihat dengan mata kita itu hanya dapat kita ketahui semata-mata dengan kuasa penilaian kita, yang terdapat di dalam rasio atau akal.
Dalam karya Descartes, ia menjelaskan pencarian kebenaran melalui metode keragu-raguan. Karyanya yang berjudul A Discourse on Methode menegemukakan perlunya memperhatikan empat hal berikut.
1.      Kebenaran baru dinyatakan sahih jika telah benar-benar indrawi dan realitasnya telah jelas dan tegas (clearly and disintly), sehingga tidak ada suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
2.      Pecahkanlah setiap kesulitan atau masalah itu sampai sebanyak mungkin, sehingga tidak suatu keraguan apa pun yang mampu merobohkannya.
3.      Bimbinglah pikiran dengan teratur, dengan memulai dari hal yang sederhana dan mudah diketahui, kemudian secara bertahap sampai pada yang sulit dan kompleks.
4.      Dalam proses pencarian dan pemeriksaan hal-hal sulit, selamanya harus dibuat perhitungan-perhitungan yang sempurna serta pertimbangan-pertimbangan yang menyeluruh, sehingga diperoleh keyakinan bahwa tidak ada satupun yang mengabaikan atau ketinggalan dalam penjelajahan itu.
Bagi manusia pertama-tama yang jelas dan terpilah-pilah adalah pengertian “Allah” sebagai tokoh yang secara sempurna tidak terbatas atau berada dimana-mana. Di dalam roh kita ada suatu pengertian atau sutau idea tentang suatu yang secara sempurna tiada batasnya. Oleh karena kita sendiri adalah makhluk yang terbatas, maka tidak mungkin bahwa pengertian atau idea tentang sesuatu yang tiada batasnya itu adalah hasil pemikiran kita sendiri. Yang menyebabkan ada pengertian atau idea tentang suatu yang tiada batasnya ialah yang tiada batasnya itu senditri. Jadi tokoh yang tidak terbatas itu jelas ada, dan jelas di bedakan dengan pengertian-pengertian yang lain. Tokoh yang tiada batasnya itu adalah Allah.
Pengertian tentang Allah adalah suatu pengertian tentang pengada yang sempurna penuh tanpa batas, yakni pengada yang mengandung didalamnya kesempurnaan, termasuk adanya secara nyata. Maka bahwa Allah ada secara nyata, adalah kebenaran mengenai Allah.
Pengertian tentang Allah ini penting sekali artinya bagi ajaran tentang pengenalan. Jika Allah yang sempurna tanpa batas itu benar-benar ada maka ia tidak akan menipu kita dalam soal yang ditunjukkan oleh akal kita sebagai hal yang jelas dan terpilah-pilah.
B.     Metode Keragu-Raguan
Segala sesuatu perlu dipelajari, tetapi diperlukan metode yang tepat untuk mempelajarinya. Rene Descartes pun berpikir demikian, ia mengatakan bahwa mempelajari filsafat membutuhkan metode tersendiri agar hasilnya benar-benar logis. Ia sendiri mendapatkan metode yang dicarinya yaitu dengan meragukan segala-galanya artinya keraguan ini harus meliputi seluruh pengetahuan yng dimiliki, termasuk juga kebenaran yang sudah dianggap final dan pasti.
Kemudian ia mengungkapkan, kalau begitu “aku berpikir” pasti aku benar. Jika “aku berpikir” ada, berarti “aku” ada sebab yang berpikir adalah aku. Metode inilah yang disebut Cogito ergo sum, aku berpikir karena itu aku ada. Cogito ergo sum berasal dari bahasa Latin yang berarti “Saya berpikir, jadi saya ada” akan tetapi, yang dimaksud Descartes dengan berpikir disini ialah menyadari. Metode Descartes lebih dikenal dengan Cogito Descartes. Ia menggunakan akal sebagai dasar filsafatnya. Dari metode inilah, Descaster membuat penerapan secara konkret. Descartes menjelaskan konsepnya tentang jiwa dan badan atau pemikiran dan materi.
Ia memulai dengan meragukan apa saja, meragukan kepercayaan, meragukan pendapat yang susah berlaku, meragukan eksistensi (keberadaan) alam di luar dunia dan bahkan meragukan eksistensinya sendiri. Ia berpikir setiap benda yang ia tahu melalui panca indranya benar-benar diragukan keberadaannya, meskipun ia sendiri menyadari bahwa mungkin akal akan menipunya. Atas dasar aturan-aturan itulah, Descartes mengembangkan pikiran filosofisnya. Dia sendiri meragukan apakah sekarang sedang berdiri menyaksikan realitas yang tampak di matanya atau dia sedang tidur dan bermimpi. Sebagaimana ia meragukan dirinya sendiri apakah sedang sadar atau sedang gila.
Keraguan Descartes sangat rasional, karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi dan juga pada pengalaman roh halus ada yang sebenarnya tidak jelas. Adakalanya seseorang akan merasa dalam keadaan sadar ketika ia sedang bermimpi atau berhalusinasi karena pengalaman yang ia alami dirasakan benar-benar terjadi. Di dalam mimpi seolah-olah seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sunguh terjadi, persis seperti tidak mimpi (terjaga). Descartes berkata, “Aku dapat meragukan bahwa aku duduk disini dalam pakaian siap untuk keluar, aku dapat meragukan hal itu karena kadang-kadang aku bermimpi persis seperti itu, padahal aku ada di tempat tidur, sedang bermimpi.” Descartes berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang jelas antara sadar (keadaan) dan sedang mimpi.
Dari sifat keraguannya, Descartes mendapat kepastian bahwa ia adalah sesuatu yang berpikir. Inilah suatu pengetahuan langsung yang disebut kebenaran filasat yang pertama (Primum Philosophicum). Aku berada karena aku berpikir. Jadi aku adalah sesuatu yang berpikir.
Menurut Descartes, kepastian itu tidak bergantung pada objek yang dipelajari karena hal yang dialami bisa berubah sewaktu-waktu. Begitulah terjadi bahwa metode Descartes mengembangkan aturan universal dari pikiran manusia dan tidak mewahyukan corak dari dunia yang dipelajari. Bagi Descartes, hal itu dianggap mungkin karena roh kita mempunyai idea innata, ide yang sudah ada waktu kita lahir. Berdasar idea innata dan aturan dari pikiran yang logis, kita mencapi pengetahuan yang pasti.
Dari sinilah, ia menjadikannya dasar untuk membangun pengetahuan. Descartes pun mampu berargumen bahwa karena Tuhan sempurna, ia tidak akan mampu atau membawa seseorang pada kekeliruan dan bahwa pemakaian yang benar akan pancaindra akan menghasilkan pengetahuan. Metode keraguan ini dijadikan Descartes untuk mencari kepastian yang tersembunyi, keraguannya hanya ditujukan untuk menjelaskan perbedaan sesuatu yang dapat diragukan dari sesuatu yang tidak dapat diragukan.
C.    Ide-Ide Bawaan
Menurut Descartes, dalam dirinya terdapat ide bawaan sejak lahir, yaitu pemikiran, Allah dan keluasan.
a.       Pemikiran. Sebab saya memahami diri saya sebagai makhluk yang berpikir, harus diterima juga bahwa pemikiran merupakan hakikat saya.
b.      Allah sebagai wujud yang sama sekali sempurna. Karena aya mempunyai ide sempurna, mesti ada suatu penyebab sempurna untuk ide itu karena akibat tidak bisa melebihi penyebabnya. Wujud yang sempurna itu tidak lain daripada Allah.
c.       Keluasaan. Materi sebagai keluasaan atau eksistensi, sebagaimana hal itu dilukiskan dan dipelajari oleh ahli-ahli ilmu ukur.
Descartes memandang manusia sebagai makhluk dualitas. Manusia terdiri dari dua substansi yaitu jiwa dan tubuh. Jiwa adalah pemikiran dan tubuh adalah keluasan. Sebenarnya tubuh tidak lain dari suatu mesin yang dijalankan oleh jiwa. Karena setiap substansi yang satu sama sekali terpisah dari substansi lain. Itulah sebabnya, Descartes mempunyai banyak kesulitan untuk mengartikan pengaruh tubuh atas jiwa dan sebaliknya, pengaruh jiwa atas tubuh. Satu kali ia mengatakan bahwa kontak antara tubuh dan jiwa berlangsung dalam glandula pinealis (sebuah kelenjar kecil yang letaknya di bawah otak kecil).

BAB III
PENUTUP

Rene Descartes semasa hidupnya telah memberikan konstribusi penting terhadap perkembangan filsafat. Metode-metode yang ia kemukakan merupakan langkah awal lahirnya pemikiran filsafat modern. Pada saat akhir abad pertengahan, perkembangan filsafat dunia telah merosot. Diawali dari akhir zaman helenisme sampai abad pertengahan agama, hati dan iman yang mendominasi, sedangkan akal sama sekali tidak berkutik. Descartes telah memberikan kepada pemikiran modern persoalan-persoalan yang dibawa sepanjang abad-abad hingga kini.
Descartes dalam menyusun filsafatnya menggunakan metode keragu-raguan. Metode yang disebut Cogito ergo sum yang berarti “Saya berpikir, jadi saya ada". Ia mulai meragukan apa saja, sampai ia meragukan dirinya sendiri. Dari metode ini, ia mengetahui bahwa dasar pemikiran yang dipakai adalah akal hingga ia mendapatkan kepastian yang memuaskan dirinya.
Dalam diri sendiri terdapat tiga ide bawaan sejak lahir yaitu pemikiran, Allah dan keluasan. Descartes juga memandang manusia terdiri dari dua substansi yaitu jiwa dan tubuh bahwa setiap substansi yang satu terpisah dari substansi yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul H., Atang, dan Beni Ahmad Soebani, 2008, Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi, Bandung : Pustaka Setia
Hadiwijono, Harun, 2005, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta : Kanisius
Sofyan, Ayi, 2010, Kapita Selekta Filsafat, Bandung : Pustaka Setia
Syadali, Ahmad, dan Mudzakir,1997, Filsafat Umum, Bandung : Pustaka Setia
Tafsir, Ahmad, 2012, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra, Bandung :  Remaja Rosdakarya